NADZAR MANDOR GUN

 NADZAR MANDOR GUN

 

  "Ada ndangdutan itu ditempat siapa Sul..?". Tanya saya pada Samsul yang baru masuk ke warung Bang Duki.
"Oh.. itu ditempatnya Mandor Gun Kang... katanya sih untuk melunasi nadzar yang di ikrarkan kalau proyek tol dikota jatuh ketangannya...". Jawab Samsul setelah memesan kopi pada Bang Duki.
"Nadzar kok ndangdutan... Lha kamu nggak nonton Sul...?". Ujar saya sambil mengambil kue monyos didepannya.
"Sudah Kang... Tadi sudah hadir sebelum kesini. Dapat dua lagu terus ngopi kesini he he...". Jawab Samsul.
"Lha memangnya kalau nadzar ndangdutan itu gak boleh ya Kang...?." Tanya Bang Duki sambil memberikan kopi pesanan Samsul.
"Yang namanya nadzar itu kan menetapkan atau mewajibkan atas diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang asalnya tidak wajib guna beribadah atau mendekatkan diri pada Allah". Jawab saya
" Lha ndangdutan kan asalnya tidak wajib juga Kang...". Sela Samsul sambil menuangkan kopi dalam lépék.
" Iya. Tapi ndangdutan sebagaimana pada umumnya itu apa bisa jadi sarana untuk mendekatkan diri pada Allah...?. Lha kamu sendiri tadi lihat biduannya buka aurat apa tidak...? Nyahwati kelelakian kamu apa  tidak...?". Tanya saya sambil mengelap bekas minyak ditangan dengan serbet lusuh diwarung Bang Duki.
"He he... rok mini kang..., jadi berontak kelelakian saya..." Bisik Samsul didekat telinga saya sambil nyengir kuda.
"Apa maksut sampeyan, nadzar itu ada syarat-syaratnya begitu Kang...?" Tanya Bang Duki pada saya sambil ngisi termosnya dengan air panas.
"Benar Bang.., Pertama,syarat sah dari pelaku nadzar (al-nadzir). Pelaku nadzar haruslah ; Berakal sehat,beragama Islam dan mengucapkan nadzar dengan kata-kata, tidak cukup hanya dengan niat saja. Jadi apabila seseorang hanya berniat nadzar tanpa ada ucapan, maka nadzarnya tidak sah dan tidak wajib memenuhi nadzar tersebut. Kedua,syarat sah dari perkara yang dibuat nadzar (al-mandzur bihi). Yaitu disyaratkan harus ; Perkara ibadah, seperti shalat sunnah, puasa sunnah, sadaqah dll. Jadi perkara yang bukan bersifat ibadah, seperti perkara maksiat atau perkara mubah (seperti makan dan minum) itu tidak sah dibuat nadzar. Kemudian kalau yang dijadikan nadzar itu berupa harta, maka harta tersebut harus sudah jadi hak milik pelaku saat bernadzar. Yang terakhir perkara yang dijadikan nadzar bukanlah perkara fardhu atau wajib, seperti shalat 5 waktu atau puasa Ramadlan". Jelas saya pada Bang Duki dan Samsul.
"Begitu ya Kang... Terus nadzar itu sendiri ada berapa jenis kang...?" Tanya Samsul lebih lanjut setelah menyerutup kopi dari lépék.
"Kalau dari segi bentuknya, nadzar ada dua jenis. Pertama Nadzar Lajjaj, yaitu bernadzar dengan mencegah diri dari melakukan sesuatu,seperti "Saya besok tidak akan ngopi diwarung Bang Duki". Yang kedua Nadzar Mujâzah,yaitu nadzar (janji pada diri sendiri) untuk melakukan sesuatu".  Nadzar mujâzah sendiri ada dua macam; (1) Nadzar Tabarrur/Mutlak, yaitu nadzar yang dilakukan secara spontan tanpa dikaitkan dengan keberhasilan melakukan sesuatu. Seperti seseorang berkata, "Saya akan shalat sunnah besok".  (2) Nadzar muqoyyad /mu'allaq ,yaitu nadzar yang dilakukan apabila sudah berhasil dalam perkara yang diinginkan. Seperti seseorang berkata, "Apabila anak saya sembuh, saya akan ber-i'tikaf.". Jawab saya menjelaskan
"Terus kalau dari segi perbuatan yang dinadzarkan, dibagi menjadi berapa Kang...?" Tanya Samsul sambil membuka plastik bungkus péyék.
"Lima macam: (1) Nadzar taat dan ibadah,seperti nadzar untuk bersedekah. (2) Nadzar mubah,seperti nadzar untuk makan nasi. (3) Nadzar maksiat,seperti nadzar untuk berzina. (4) Nadzar makruh,seperti nadzar untuk cebok dengan tangan kiri . (5) Nadzar syirik,seperti nadzar untuk menyembah berhala." Jawab saya pada Samsul yang mulutnya mulai riuh mengunyah péyék.
"Berarti nadzarnya Pak Gun termasuk nadzar maksiat ya Kang...?" Tanya Bang Duki. "Ya begitulah...,kalian simpulkan sendiri". Jawab saya
"Kang.., Apa kalau nadzar maksiat itu lantas tidak usah dikerjakan saja...? ". Tanya Samsul lagi.
"Begini Sul... Nadzar taat dan ibadah, hukumnya wajib untuk  ditunaikan. Nadzar mubah, boleh memilih melaksanakannya atau membayar kafarah. Sebagian ulama bahkan membolehkan untuk tidak menunaikan dan tidak perlu membayar kafarah (tebusan). Nadzar maksiat, nadzarnya sah tapi tidak boleh dilaksanakan dan harus membayar kafarah. Sebagian ulama berpendapat tidak perlu membayar kafarah (tebusan). Nadzar makruh, maka boleh memilih antara melaksanakannya atau membayar kafarah. Dan Nadzar syirik, maka nadzarnya tidak sah dan tidak ada kafarah, akan tetapi harus bertaubat". Jawab saya menguraikan .
"Lha Kafarah atau tebusannya apa Kang...?". Tanya Samsul setelah menghabiskan kopinya.
"Kafarah atau tebusannya adalah dengan  a. Memberi makan kepada sepuluh orang miskin, atau b. Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau c. Memerdekakan satu orang budak d. Jika tidak mampu ketiga hal di atas, barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari". Jawab saya setelah menghabiskan sisa kopi dalam cangkir.
"Wah jadi paham sekarang aku Kang... matur suwun yang banyak Kang... ". Kata Samsul.
"WaLlâhu a'lamu bish_shawâb". Timpal saya kemudian setelah mencatat bon dibuku Bang Duki,

Kamipun pulang bersama  menyusuri jalan kampung yang sudah penuh lubang dan menunggu proyek perbaikan. Dari tempat mandor Gun samar-samar terdengar lagu 'sakitnya disini' yang ternyata pelan-pelan ditirukan oleh si Samsul. "Gusti, ampuni dosa saya,Samsul dan Mandor Gun... dan semoga kami tidak merasa sakit disana nanti". Doa saya dalam hati.

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "NADZAR MANDOR GUN"

Posting Komentar